Kamis, 31 Agustus 2017

Laksana Tunas Pisang Menghimpit Induknya


Laksana Tunas Pisang Menghimpit Induknya
OLEH: HADI SETIYO, S.Pd.

Tanpa kita sadari hingga terkesan biasa fenomena ini kerap terjadi di lingkungan sekitar kita. Anak yang tidak memiliki kemandirian pantas disebut dengan istilah Laksana Tunas Pisang Menghimpit Induknya. Memang tuhan menciptakan sesuatu bisa menjadi pelajaran bagi manusia yang berfikir. Orang tua yang telah melahirkan anaknya memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masa depan pada era mendatang. Pengorbanan yang luar biasa mereka kerahkan tanpa mengharap imbalan sedikit pun. Pemenuhan pendidikan sudah barang tentu dari mulai PAUD     (Pendidikan Usia Dini) sampai perguruan tinggi yang bergelar Diploma, Sarjana (S1), Magister (S2), Doktor (S3) hingga Prof siap mencukupinya.
Kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tua menjadikan penyejuk hati sehingga tampak dengan adanya putra-putri yang berakhlak mulia memiliki kemandirian, terlebih dapat bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, bangsa serta agama, dengan memiliki kemandirian maka bila telah mencapai dewasa terlihat dengan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Menjadi pribadi yang dapat bertanggung jawab apabila dikemudian hari telah berkeluarga.
Sangat menyedihkan apa bila seorang anak telah berkeluarga tetapi masih bergantung kepada orang tua. Mulai dari pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sampai menyerahkan anaknya untuk memenuhi kebutuhan lahir maupun batin. Memang sebagai naluri orang tua yang memiliki sifat lemah-lembut serta asih tidak akan menolak secara terus terang, namun kita sebagai orang muda harus peka akan perasaan ini. Ingat usia orang tua kita makin hari semakin bertambah yang artinya kondisi fisik sudah tidak sekuat dahulu. Padahal pada usia menginjak lanjut usia sudah seharusnya menikmati masa tua dengan bersenang-senang karena kalau dilihat jerih payah usaha sudah terlampau lama, yang seharusnya dapat menikmati hasilnya. Belum lagi apabila keluarga kandung kita itu tidak banyak, bayangkan jika memiliki 6 saudara dan semua memiliki sifat sama yakni tidak memiliki kemandirian, menuntut hendak dibuatkan rumah, apalah jadinya makin memperpendek usia orang tua, kerena banyak tekanan. Kejadian semacam ini tampak dari level desa maupun kota. Mereka terlihat mapan tetapi proses yang ada hanya suplai bahkan merongrong orang tua. Sebagai orang tua hendaknya jangan pernah memanjakan anak telalu berlebih, perlu memperkenalkan bagaimana merasakan susahnya mencari penghidupan pada saat ini dengan tujuan agar anak tidak sampai memaksakan kehendak di luar batas kemampuan orang tua atas dasar gengsi dan lain sebagainya.
Padahal ilmu yang telah kita dapatkan, baik di lingkungan sekolah formal maupun non formal, melalui pengalaman yang ada itu sebagai jembatan dalam menuju gerbang kesuksesan, dari ilmu itulah kita bisa bahagia baik di dunia maupun setelah meninggal dunia, sesuai dengan sabda nabi yang artinya “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”
Tidak usah ambisi memiliki perkebunan yang lebar atau membuka hutan belantara memperluas lahan, terkhusus yang masih jauh di pelosok desa, sebagai mana penulis saksikan sendiri. Ini modern bukan zaman prasejarah yang harus mengorbankan banyak pohon, dengan ilmu ini kita bisa bertahan hidup. Kemudian pepatah lama mengenai mangan ra mangan kumpul  (walaupun makan tidak makan yang penting bersama keluarga) diganti sehingga menjadi kumpul ra kumpul mangan (bersama maupun tidak bersama keluarga tetapi tetap makan) berlaku bagi keluarga kecil tetapi tidak pada saat acara keluarga ya. Coba lihat kisah orang yang sukses dengan mendulang trilyunan rupiah hingga menyandang orang terkaya di dunia sepetri “Pendiri Microsoft Bill Gates masih menempati peringkat teratas daftar orang terkaya di dunia versi majalah Forbes, karena ilmu yang mereka miliki, bukan menunggu warisan orang tua. Apalah gunanya ditinggalkan harta berlimpa tetapi tidak memiliki ilmu, maka lambat laun akan habis bahkan mengakhiri dirinya dengan bunuh diri  karena terlilit hutang. Janganlah bangga dengan apa yang dimiliki dengan berlinang materi tanpa tahu proses pencarian, tetapi lebih baik makan dengan garam dengan hasil jerih payah sendiri.


                  

Tidak ada komentar:

dr. Djoko Judodjoko, SpB Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar duka datang dari dunia kesehatan Tanah Air di tengah upaya melawan virus coro...