Laksana Tunas Pisang Menghimpit Induknya
OLEH: HADI SETIYO, S.Pd.

Kewajiban
seorang anak terhadap kedua orang tua menjadikan penyejuk hati sehingga tampak
dengan adanya putra-putri yang berakhlak mulia memiliki kemandirian, terlebih
dapat bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, bangsa serta agama, dengan memiliki
kemandirian maka bila telah mencapai dewasa terlihat dengan mampu mencukupi
kebutuhan hidupnya. Menjadi pribadi yang dapat bertanggung jawab apabila
dikemudian hari telah berkeluarga.
Sangat
menyedihkan apa bila seorang anak telah berkeluarga tetapi masih bergantung
kepada orang tua. Mulai dari pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sampai
menyerahkan anaknya untuk memenuhi kebutuhan lahir maupun batin. Memang sebagai
naluri orang tua yang memiliki sifat lemah-lembut serta asih tidak akan menolak
secara terus terang, namun kita sebagai orang muda harus peka akan perasaan
ini. Ingat usia orang tua kita makin hari semakin bertambah yang artinya
kondisi fisik sudah tidak sekuat dahulu. Padahal pada usia menginjak lanjut
usia sudah seharusnya menikmati masa tua dengan bersenang-senang karena kalau
dilihat jerih payah usaha sudah terlampau lama, yang seharusnya dapat menikmati
hasilnya. Belum lagi apabila keluarga kandung kita itu tidak banyak, bayangkan
jika memiliki 6 saudara dan semua memiliki sifat sama yakni tidak memiliki
kemandirian, menuntut hendak dibuatkan rumah, apalah jadinya makin memperpendek
usia orang tua, kerena banyak tekanan. Kejadian semacam ini tampak dari level
desa maupun kota. Mereka terlihat mapan tetapi proses yang ada hanya suplai
bahkan merongrong orang tua. Sebagai orang tua hendaknya jangan pernah
memanjakan anak telalu berlebih, perlu memperkenalkan bagaimana merasakan
susahnya mencari penghidupan pada saat ini dengan tujuan agar anak tidak sampai
memaksakan kehendak di luar batas kemampuan orang tua atas dasar gengsi dan
lain sebagainya.
Padahal ilmu yang telah kita dapatkan, baik di lingkungan sekolah
formal maupun non formal, melalui pengalaman yang ada itu sebagai jembatan
dalam menuju gerbang kesuksesan, dari ilmu itulah kita bisa bahagia baik di
dunia maupun setelah meninggal dunia, sesuai dengan sabda nabi yang artinya “Barangsiapa yang menginginkan
dunia maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka
hendaklah dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah
dengan ilmu.”
Tidak
usah ambisi memiliki perkebunan yang lebar atau membuka hutan belantara
memperluas lahan, terkhusus yang masih jauh di pelosok desa, sebagai mana
penulis saksikan sendiri. Ini modern bukan zaman prasejarah yang harus
mengorbankan banyak pohon, dengan ilmu ini kita bisa bertahan hidup. Kemudian
pepatah lama mengenai mangan ra mangan kumpul (walaupun makan tidak makan yang penting
bersama keluarga) diganti sehingga menjadi kumpul ra kumpul mangan (bersama
maupun tidak bersama keluarga tetapi tetap makan) berlaku bagi keluarga kecil
tetapi tidak pada saat acara keluarga ya. Coba lihat kisah orang yang
sukses dengan mendulang trilyunan rupiah hingga menyandang orang terkaya di
dunia sepetri “Pendiri Microsoft Bill Gates masih menempati peringkat teratas
daftar orang terkaya di dunia versi majalah Forbes, karena ilmu yang
mereka miliki, bukan menunggu warisan orang tua. Apalah gunanya ditinggalkan
harta berlimpa tetapi tidak memiliki ilmu, maka lambat laun akan habis bahkan
mengakhiri dirinya dengan bunuh diri
karena terlilit hutang. Janganlah bangga dengan apa yang dimiliki dengan
berlinang materi tanpa tahu proses pencarian, tetapi lebih baik makan dengan
garam dengan hasil jerih payah sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar