Oleh:
Hadi Setiyo, S.Pd.

Masa pensiun mempengaruhi keadaan
psikologi pada mental seseorang. Masa transisi ini yang sering dianggap sebagai
kenyataan yang tidak menyenangkan, menimbulkan
kegundahan bagi mereka, hingga dapat mengalami stres berat, serta lebih dari
itu, namun disisi lain, tidak berpengaruh terhadap keadaan dari seseorang
tersebut. Masa pensiun menjadi momok sebagian besar kalangan atau bahkan secara
tidak sadar mengalami post power syndrome.
Post power syndrome merupakan suatu
gejala yang terjadi di mana seseorang tenggelam dan hidup di dalam
bayang-bayang kehebatan, keberhasilan masa lalunya sehingga cenderung sulit
menerima keadaan yang terjadi sekarang.
Seseorang yang mengalami post power syndrome, terutama yang
memiliki posisi pada jabatan penting, biasanya menganggap bahwa
jabatan/pekerjaan merupakan hal yang sangat membanggakan, bahkan cenderung
menjadikan pekerjaannya sebagai dunianya sehingga ketika dijabat oleh orang
lain merasa tidak rela. Hal ini senada dengan pendapat Turner & Helms dalam bukunya yang menjelaskan penyebab post power syndrome, yaitu ketika
seseorang mengalami kehilangan pekerjaan (masa pensiun) yang merasa dirinya
menjadi kehilangan harga diri, jabatan, kebanggaan diri, serta hilangnya sumber
penghasilan. Tidak hanya itu, sebab lainya dapat terjadi karena
faktor, perubahan aktivitas dari aktif menjadi pasif, perubahan fasilitas, perubahan
lingkungan sosial, masa depan/jumlah tanggungan anak dll.
Beberapa gejala Post Power Syndrome dapat terlihat antara lain, menjadi lebih cepat
terlihat tua tampaknya, jika dibandingkan ketika masih bekerja, rambutnya didominasi
warna putih (uban), berkeriput, dan menjadi pemurung, sakit-sakitan, tubuhnya
menjadi lemah. Cepat mudah tersinggung kemudian merasa tidak berharga, ingin
menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, contoh lain menjadi
suka ikut campur dan mengatur secara berlebihan hal-hal di sekitarnya yang
bahkan bukan menjadi tanggung jawab ataupun urusannya dan tidak diminta. Malu bertemu
orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan
baik di rumah atau di tempat yang lain, ataupun frustasi. Di sisi lain gejala post power syndrome ini tentunya berbeda
pada setiap individu yang mengalaminya.
Masa pensiun bukan hal yang harus
ditakuti, dan dihindari, milikilah anggapan dalam hati nurani, bahwasanya di
dunia ini tidak ada yang abadi, semua yang bekerja akan memasuki masa-masa
tersebut, jadi tidak hanya sendiri. Seperti halnya Bapak Batu Bara yang telah
pensiun 12 tahun yang lalu dan telah berkarya selama 34 tahun, Beliau menuturkan
“Masa pensiun harus disyukuri”. “Melalui kesyukuran membuat seseorang bahagia,
bahkan menginingkan cepat pensiun, karena telah bosan, dan jenuh, padahal
setelah pensiun mau kegiatan apa belum ditentukan”. Ujar beliau. Keluarga
sebagai orang yang terdekat, harus memberikan motifasi serta dorongan terhadap
seseorang yang akan memasuki masa pensiun dan telah pensiun nantinya, bisa juga
dengan menyalurkan hobi-hobi, misalnya melalui beternak, berladang, menyibukan
diri dengan mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Perlu di ingat yang terpenting,
membangun relasi yang baik dengan rekan kerja serta masyarakat sekitar dengan
sikap yang mulia, tidak anggkuh/sombong pada
saat masih aktif menjabat, sehingga ketika memasuki masa pensiun dan telah
pensiun tidak merasa takut, tertekan, akan adanya anggapan tidak diterima/dikuculkan
setelah kembali ditengah-tengah masyakata. Jabatan/kedudukan bersifat
sementara, tidak menjadi berarti ketika telah tidak menjabat/pensiun dan akan
kembali menjadi masyarakat biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar