SEKOLAH FORMAL HARUS MENGHASILKAN OUTPUT yang
BERKUALITAS
OLEH: HADI SETIYO, S.Pd.
Sekolah formal merupakan instansi pendidikan
pembentuk karakter yang sangat berperan penting dalam kelangsungan suatu
negara, selain keluarga, lingkungan, media serta suritauladan seorang pemimpin.
Jenjangnya beragam, mulai dari pendidikan Usia Dini, Taman Kanak-Kanak, Sekolah
Dasar sederajat, Sekolah Menengah Pertama sederajat, Sekolah Menengah Atas sederajat,
sampai Perguruan Tinggi.
Kemajuan zaman yang terus berkembang
diimbangi dengan laju pertumbuhan penduduk yang pesat, maka berlomba-lomba pula
dalam hal pendirian lembaga pendidikan yang yang bernaung di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan mupun Kementrian Agama. Cakupanya juga dipilah-pilah kembali, pada Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan terdapat sekolah negeri dan swasta, begitu juga pada Kementrian
Agama. Menjamurnya sekolah formal yang ada, terkadang sampai ada sekolah bahkan
notabenya sekolah negeri yang tidak mendapatkan murid. Berbagai taktik serta
trik dilakukan agar orangtua/wali murid khususnya, simpatik dan menyekolahkan
putra-putrinya pada sekolah tersebut. Jangan sampai dengan semakin ketatnya
persaingan menjadi output hasil yang diharapkan semakin buruk karena dilakukan
dengan cara yang menyalahi bahkan melanggar norma yang berlaku.
Pada dasarnya ada beberapa faktor yang
bisa sebagai indikator guna terwujudnya output yang berkualitas. Sekolah formal
baik negeri maupun swasta dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan maupun dari
Kementrian Agama, terdiri dari tiga tahapan yang menyertai ruang lingkup
tersebut yaitu, Input, Proses, dan output. Input merupakan masukan, terdiri dari Man (murid,
guru, manajemen), Material (sarana-prasarana) serta Metode (SOP) Standard
Operating Procedure). Tahap Man harus ada serta kritis dalam memahami, bila
salah satu diabaikan maka akan sulit pada tapan selanjutnya. Tahapan proses
menyangkut sebuah cara/langkah jitu yang harus dilakukan, perlu pembahasan yang
mendalam agar menghasilkan output yang berkualitas pula.
Penyeleksian murid pada tahap PPDB
(Penerimaan Peserta Didik Baru) harus benar-benar slektif, mulai dari prestasi
yang diraih, sikap yang diperoleh dari informasi sekolah asal. Berikutnya
tentang tenaga pendidik, peserta didik telah terpenuhi, maka tidak kalah
penting juga guru sebagai pengajar yang natinya akan menjalankan proses
pembelajaran, peningkatan profesionalisme dapat melalui dengan memperbanyak
membaca, dari buku, internet, mengikuti pelatihan-pelatihan, work shop,
mengikuti perlombaan-perlombaan. Secara garis besar sebagai profesi harus
memiliki kompetensi yang mencakup profesional, kepribadian, pedagogik serta
jiwa sosial. Sarana-prasarana sekolah sebagai pendukung proses pembelajaran
secara tidak sadar akan berpengaruh terhadap hasil yang diharapkan, sekolah
yang memiliki sarana-prasarana lengkap jelas berbeda dengan sekolah yang alakadarnya
saja, ruang kelas, wc, labolatorium, lapangan olahraga sebagai contoh kecil
saja. Guru dalam melangsungkan pembelajaran harus menguasai metode pembelajaran
yang bervariasi, menyenangkan sehingga trasfer ilmu secara mudah dapat diserap.
Tahapan berikutnya proses, proses
merupakan cara/langkah pelaksanaan dalam mengolah menjalankan tahap Input,
siswa sebagai perserta didik, guru sebagai tenaga pendidik berkolaborasi
menjalankan kurikulum yang berlaku. Saat ini memang negara kita gemar
bergonta-ganti kurikulum. Tenaga pendidik mengetahui apa yang seharusnya
diinginkan oleh pemerintah melalui kurikulum 2013. Setelah memahami, baru mengeplikasikanya dalam
proses pembelajaran pada saat berinteraksi dengan peserta didik, tidak hanya
itu, manajemen, material, juga sangat bergantung dengan proses, agar
menghasilkan out put berupa manusia yang berkarakter, cerdas, mandiri dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang patuh dan taat kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu UUD 1945 serta Pancasila yang Berbhineka
Tunggal Ika dalam satu wadah negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar